Sang pembawa keramba ayam

Dikampungku ada beberapa orang yang usaha sehari-harinya mencari ayam ke rumah-rumah. Setiap hari berkeliling mencari orang yang akan menjual ayam atau bebeknya. Hasil pembelian ayam tersebut akan dibawa pagi-pagi ke pasar ayam, dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

Keramba adalah sebentuk kandang ayam yang terbuat dari bambu berbentuk segi empat, ditaruh di jok motor bagian belakang. Fungsinya untuk membawa ayam atau bebek hasil pembelian dari rumah-rumah.

Salah satu orang yang menekuni usaha ini  adalah Mang Betot. Sore hari sekitar pukul 3-4 sore, Mang Betot menyalakan motornya, kemudian seperti biasa keramba ia naikkan keatas jok motor. Setelah siap ia mulai jalan menuju kampung-kampung mencari orang-orang yang akan menjual ayam kepadanya. Jarak perjalanan setiap harinya tidak tentu, kadang cukup jauh kadang sangat jauh. Maklumlah, jalan-jalan kampung jauh dari nyaman. Apalagi kalau musim penghujan. Banyak kolam-kolam ditengah jalan.

Biasanya Mang Betot pulang setelah setelah maghrib atau isya, sekitar pukul 7-8 malam. Hampir setiap hari saya melihatnya lewat apabila ia pulang dari huntingnya. Memburu ayam.

Mang Betot mempunyai 5 orang anak, 4 perempuan dan 1 laki-laki. Yang terkecil masih duduk di bangku SD kelas 3. Kadang saya berfikir keras melihat keseharian keluarga Mang Betot. Dengan 5 orang anak bagaimana ia bisa menyekolahkan dan membiayai kehidupan sehari-harinya. Namun, Allah sangat adil dan Maha Penolong, walaupun menjalani kehidupan yang sulit dan perih namun tetap saja setiap orang diberi rejeki. Kehidupan terus dijalaninya.

Saat ini kehidupan keluarga Mang Betot sudah membaik. Dua anak perempuan yang pertama dan kedua sudah berumah tangga. Walaupun menantu-menantunya belum mapan namun sudah bisa meringankan beban orang tuanya.

Tahun kemarin saja saya lihat rumahnya yang sudah sangat miring, dari bilik pula, sudah berhasil dibangun. Dengar-dengar sih dapat pinjaman dari bank atas tanggungan anaknya. Anaknya yang sudah menikah bekerja di pabrik boneka di desa kami. Syukur Alhamdulillah.

Kalau waktu luang, Mang Ketot sering saya ajak minum kopi dibelakang rumah sambil ngobrol-ngobrol. Obrolan seputar ayam atau apa saja. Menurutnya, usaha jual beli ayam memang tak tentu penghasilannya. Kadang untung sedikit kadang besar, tak jarang pula mengalami kerugian.

Keuntungan seekor ayam kalau lagi sepi cuma 5 ribu satu ekornya. Kalau hari-hari biasa kadang cuma dapet ayam 4-5 ekor saja sehari. Keuntungan sehari cuma 30-40 ribu saja. Yah, mau gimana lagi katanya, yang penting saya sudah berusaha mencari rejeki yang halal. Sayapun setuju dengan hal itu.

Namun sering juga sekali jalan Mang Betot dapat keuntungan 100-150 ribu. Itu kebanyakkan kalau ia dapat ayam jago yang baik. Ayam jago biasanya dia beli sekitar 80-90 ribu, kemudian kalau kebetulan ada yang seneng dengan ayam jagonya ia jual 150-180 ribu bhkan pernah menjualnya dengan harga 200 ribu, Itulah rejeki yang ga diduga-duga kata saya ke Mang Betot. Iapun ketawa sambil mnyemburkan asap rokoknya.

Dari kehidupan Mang Betot yang ia jalani hari demi hari, saya merenungkan bahwa hidup ini memang begitu misteri. Secara matematis penghasilan Mang Betot tidak akan mencukupi untuk membuayai anak-anaknya. Kalau secara kasar kita kalkulasi, untuk jajan anaknya misalkan 10 ribu, untuk sekolah 10 ribu, untuk dapur minimal 30 ribu, belum lagi untuk anggaran lain seperti bensin, rokok dan masih banyak lagi. Namun, puluhan tahun berjalan, keluarganya bisa bertahan hidup. Sekolahpun anak-anaknya bisa, walau cuma sampai tingkat menengah pertama.

Alllah membuktikan dengan jelas kepada kita, bahwa Allah menjamin makhluknya atas rejekinya, atas kehidupannya, atas hidup dan matinya. Hanya saja terkadang kita yang lupa akan hal itu, kita yang jauh kepada-Nya.
   

0 komentar

Posting Komentar